Waspada dan Teliti PMK Meski Tidak Menular

Berita Daerah

Jakarta (23/6). Dalam webinar sosialisasi “Penyelenggaraan Kurban yang Aman, Halal, Bebas dari Penyakit Kuku dan Mulut (PMK)” di Masjid Baitul Fatah, Cilandak, Jakarta (22/6), ditegaskan PMK tidak berbahaya bagi manusia. Namun semua pihak harus tetap menjaga kehati-hatian.

Menurut Kasudin Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan, Hasudungan Sidabalok hewan yang terindikasi sakit, supaya dilaporkan untuk mendapat rekomendasi lanjutan sebelum disembelih, “Dapat menghubungi sesuai kelurahan atau kecamatan masing-masing. Dinas KPKP mengupayakan jaminan kesehatan terkait penyembelihan hewan kurban,” ujar Hasudungan.

Ia mengatakan kurban bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga kehalalan dan kesejahteraan hewannya. Penyakit PMK tidak menular ke manusia, tapi perlu waspada dengan penyakit lain, anthrax misalnya, “Justru itu (anthrax-red) yang perlu dikhawatirkan karena menular,” ujarnya lagi.

Terkait status wabah PMK di Indonesia, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menangguhkan status bebas setelah tiga dekake lamanya sejak 1990. Dua acuan teknis terkait pemotongan hewan berdasarkan surat edaran Kementerian Pertanian RI tentang pelaksanaan kurban dan pemotongan hewan kurban dengan situasi wabah PMK, salah satunya adalah anjuran mencegah hewan yang sakit disalurkan ke banyak tempat, sehingga risiko penularan berkurang.

DKM perlu menjaga amanah dalam mencegah penyebaran, yang pertama tempat pemotongan hewan kurban yang sudah ditunjuk Pemda atau Pemkab, kedua tempat pemotongan hewan kurban di luar tempat penunjukkan, keduanya harus mendapat persetujuan pihak berwenang.

Sementara untuk persyaratan penampungan hewan, Hadri menekankan, perlu memperhatikan aspek kesejahteraan hewan, jika memungkinkan memiliki tempat isolasi, air bersih, serta tersedia fasilitas disinfektasi, juga dan area perebusan.

“Ekor, jeroan, kaki, kepala agar direbus selama tiga puluh menit sebagai pencegahan penyebaran virus,” ujar Hadri. Hewan yang diduga sakit, disembelih paling terakhir bila tempat pemotongan tidak memiliki fasilitas penanganan hewan kurban berisiko.

“Jangan menumpuk hewan setelah disembelih. Penanggung jawab kulit hewan bukan dari orang yg menyembelih. Proses penyembelihan hewan upayakan tidak terlalu lama,” katanya.

Mengenai kondisi hewan kurban, Praktisi Juru Sembelih Halal Jakarta Selatan, Aldi Tarif menyampaikan, secara fisik harus komplit dan berumur di atas setahun untuk domba dan kambing.

Sedangkan kriteria bagi juru sembelih halal yakni beragama Islam, berakal, dan memiliki kemampuan menyembelih yang tepat, serta mengetahui prosesi penyembelihan agar menghasilkan daging yang bagus.

Aldi menerangkan pemakaian alat potong seperti golok dengan panjang bilah 20 cm untuk kambing, dan bilah 30 cm untuk sapi. “Yang penting, jangan mengasah pisau di depan sapi karena akan menimbulkan stres pada hewan itu,” kata Aldi.

Selanjutnya bagi juru sembelih perlu memperhatikan kondisi hewan dan memberi perhatian khusus agar hewan dalam kondisi terbaik, antara lain; menutup mata hewan kurban saat menuju area penyembelihan, memberi sejumput garam sehingga hewan lebih tenang. Terpenting lagi dalam kurun 12 jam sebelum penyembelihan, hewan dipuasakan tapi tetap diberi minum dengan campuran garam.

“Saat menyembelih, perlu dipastikan hewan itu benar-benar mati, jangan menyiram air ke luka hewan itu. Jangan mematahkan kaki atau menguliti apabila hewan itu terlihat masih hidup,” papar Aldi.

Dengan adanya sosialisasi ini, peserta diharapkan mengimplementasikan materi dari webinar. “Semoga langkah teknis yang dilaksanakan mampu dilakukan sehingga menjaga kualitas jaminan mutu daging yang lebih baik,” ujar Sugiharto James, Wakil Ketua DPW LDII DKI Jakarta yang hadir memberikan sambutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.