Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Mungkin ini yang disebut kata pepatah; buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Perilaku anak-anak seperti jadi perkeling untuk orang dekatnya. Siapa mereka dan bagaimana kebiasannya. Seperti menonton dengan jelas sebuah drama. Tingkah polahnya menjadi cermin, seperti apa lingkungan mengajarkannya. Dalam tata cara wudhu misalnya. Jika diperhatikan ada saja yang aneh terasa. Alhamdulillah, seiring waktu mengalir kesadaran dan pencerahan. Bukan kemarahan, melainkan perspektif indah sebuah kesempurnaan. Semua mengingatkan tentang Walahan, syetan yang bertugas khusus menggoda urusan wudhu. Dan rasanya, godaan itu berhasil mengganggu; menggunakan air berlebih, ketergesaan atau rangkaian membasuh dan mengusap melebihi hitungan tertinggi.
Pertama, rasaya kita perlu berterima kasih kepada A’rabiyyun yang memberi pencerahan kepada kita dengan pertanyaan yang luar biasa waktu itu. Berikutnya juga kita patut bersyukur kepada bekas budaknya Utsman bin Affan sebagai penghilang karaguan. Hadits ini saling melengkapi. Cerdas mengungkap tata cara berwudhu dan hitungan membasuh serta mengusapnya yang dikatakan isbaghul wudhu atau menyempurnakan wudhu. Walau ada hadits lain, tetapi hadits ini sungguh sangat mewakili. Merujuk fenomena di atas, rasanya perlu mencermati hal ini baik-baik; tata cara wudhu yang sempurna, mulai dari membasuh, mengusap dan hitungannya. Sebab banyak yang membasuhnya ngasal; mengusap sesukanya, menyiram sesuka hati bahkan lebih dari tiga kali atau malas menjangkau anggota-anggota wudhu dengan pasti. Mari kita simak baik-baik hadits lengkapnya berikut ini.
عَنْ جَدِّهِ، قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوءِ فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ “ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ ”
Dari Jaddih, dia berkata; “Ada orang arabiy datang menghadap Nabi ﷺ bertanya tentang cara wudhu, maka beliau ajarkan berwudhu 3 kali-3 kali, kemudian beliau bersabda; “Seperti ini cara wudhu yang benar. Siapa yang melebihi 3 kali maka sungguh jelek, melampaui batas, dan bertindak dzalim.” (Rowahun Nasai)
Dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Atha’ bin Yazid al-Laitsi mengabarkan kepadanya;
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاة
Sesungguhnya Humran bekas budak Utsman memberitakan kepada Atha bin Yazid, bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu meminta diambilkan air wudhu kemudian dia berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkumur-kumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang dihirup ke hidung) tiga kali. Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya hingga siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kiri seperti itu pula. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia membasuh kaki kanannya hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kaki kiri seperti itu pula. Kemudian Utsman berkata: Aku melihat Rasulullah ﷺ dulu berwudhu seperti yang kulakukan tadi. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang berwudhu seperti caraku berwudhu ini kemudian bangkit dan melakukan sholat dua raka’at dalam keadaan pikirannya tidak melayang-layang dalam urusan dunia niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” Ibnu Syihab mengatakan, “Para ulama kita dahulu mengatakan bahwa tata cara wudhu seperti ini merupakan tata cara wudhu paling sempurna yang hendaknya dilakukan oleh setiap orang untuk shalat.” (Rowahu Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Mengkloning dua rujukan di atas, saya merasakan ada yang timpang dalam aplikasinya, terutama dalam membasuh kaki dengan benar. Ada kalanya suka melupakan hitungan. Persis seperti anak-anak saya, sering membasuh seenaknya. Dengan alasan apapun. Oleh karena itu, saat ini selalu saya memperhatikan dan meluangkan diri untuk membasuh dengan benar dan menghitung (meniatkan) basuhan hanya tiga kali. Tidak lebih. Kalau perlu lakukan intervensi, bedakan antara siraman untuk basuhan wudhu dan siraman untuk mencuci kaki setelah wudhu.
Nah, tanpa bermaksud menggurui, apalagi menyalahkan, semua kembali pada kefahaman dan kesungguhan masing-masing. Yang jelas bahwa hukum wudhu boleh satu kali satu kali, dua kali dua kali dan tiga kali tiga kali. Tiga kali itulah yang sempurna. Bukan yang lain. Ketika menjumpai situasi dan kondisi yang berbeda silahkan berimprovisasi, namun tetaplah dalam koridor isbaghul wudhu, patron sempurna seindah himbauan Nabi ﷺ agar dilakukan oleh setiap orang untuk shalatnya. Dan semoga kita termasuk di dalamnya. Amin.