Oleh Faizunal A. Abdillah, Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Menelisik lagi asal-usul kehidupan, lebih dalam dan seksama, melalui trah dan proses kejadian, ditemukan bahwa bawaan asli manusia, dari ‘sono’-nya, adalah jujur. Pasti dan yakin. Mau bukti? Allah sendiri yang membagi rahasia kejujuran ini lewat percapakapan di dunia ruh, sebagaimana yang tersaji di dalam Surat Al-A’raf 172;
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari tulang punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.”
Anda boleh tidak yakin, karena ada Iblis dan bala tentaranya, sehingga ketika hadir ke dunia, manusia tergoda dan meninggalkan kejujuran sebagai sifat alamiahnya. Bandel, kata orang.
Saat ini kita semua berjuang untuk ‘kembali’ jujur dan menegakkan kejujuran sebagai tabiat yang mulia. Sebagai karakter. Banyak sekali kehidupan ini berisi tipuan yang nyata. Carut-marut, saling-silang hingga membuat samar mana hitam dan mana putih. Dan banyak yang sampyuh, bertarung di dalamnya. Bagaimanapun, menyambung firman di atas, kejujuran tetaplah harga mati. Ia banyak gunanya. Tidak hanya di dunia, bahkan ia menuntun kembali pemiliknya ke surga. Oleh karena itu, Nabiyulah ﷺ menguatkan dengan wasiatnya;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا»
Dari Abdillah RA., dari Nabi ﷺ bersabda; “Sesungguhnya jujur itu membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga, sesungguhnya orang yang terus-menerus berusaha berkata jujur, sehingga orang tersebut dicatat sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka dan orang yang terus-menerus dusta, sehingga akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang dusta.” (Shahih Bukhari)
Singkirkanlah slogan; Jujur ajur! Jujur tetaplah mujur. Percayalah. Hanya, banyak yang mengambil jalan pintas atau menihilkan kenyataan. Penggalan pengalaman hidup Mantan KSAU – Marsekal Cheppy Hakim, bisa jadi bahan kontemplasi. Ia menuturkan potongan perjalanan hidupnya yang begitu gamblang menjadi cermin kejujuran. Dimana saat ini, kejujuran menjadi barang langka. Entah dimana ia sekarang, pada kenyataannya kejujuran sulit ditemukan.
Ceritanya dimulai, ketika mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di Pangkalan Udara Margahayu Bandung pada tahun 1969. Bersama dengan 120 orang siswa yang ditampung dalam dua barak panjang. Setiap makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, ia memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng atau rantang standar prajurit. Di ujung barak tersedia drum berisi sayur, di sampingnya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang ibu, yang dijual kepada siapa saja yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah.
Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah menunggui barang dagangannya. Dia meletakkan karung plastik berisi krupuk dan di sampingnya diletakkan pula kardus bekas untuk tempat uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Setelah selesai waktu makan, ibu itu datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan kardus berisi uang pembayaran kerupuk. Ibu itu percaya kepada semua siswa latihan terjun, karena dia sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara demikian. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Setiap orang dengan kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Kalaupun ada kembaliannya, si pembeli mengambil sendiri uang kembaliannya di kardus itu. Model jual beli bermodal kejujuran.
Beberapa pelatih terjun bercerita bahwa dalam pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih di situ tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar. Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payungnya tidak mengembang dan akan terjun bebas serta mati berkalang tanah. Sampai sekarang, Pak Chappy Hakim selalu berpikir, kenapa orang bisa jujur dan dapat dipercaya, hanya karena pintu kematian berada di depan wajahnya? Bagaimana caranya membuat manusia setiap saat dapat jujur dan dipercaya?
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan jadilah bersama-sama orang yang jujur” (At-Taubah:119)
Walaupun kita belum menjadi jenderal, pertanyaan sang Marsekal adalah pertanyaan kita pada umumnya. Mendidik pribadi yang jujur dan menjaga kejujuran itu tetap langgeng tidaklah mudah. Apalagi di tengah dinamika zaman yang begitu menggoda dan menggila. Kejujuran bukan berdiri sebagai norma penjaga, melainkan sudah menjadi barang dagangan pula. Yang berkomplot dengan kepentingan yang menjadi agenda tuannya. Sudahkah kita istiqomah menegakkannya? La haula wala quwwata illa billah.